Jumat, 12 Maret 2010

TELEPON (CERPEN SIKLUS 2)

(oleh jazuli temur)

Di tengah berhembusnya angin malam yang menusuk kulit. Mereka berdua beranjak pergi meninggalkan diriku sendiri . Kedua pasangan itu hanya berpesan untuk menjaga kedua buah hatinya yang tengah tidur.


“Eren kami pergi dulu!” Ujar mereka, sambil keluar dari mulut pintu..Dalam benak aku bertanya-bertanya . Sebagai penjaga baru aku merasa curiga.Aku dipercaya sebagai penjaga buah hatinya.Bahkan mereka belum mengenalku dengan baik


Untuk menjawab penasaranku, aku mencoba menyusuri lorong-lorong rumah bak istana itu. “Dug, dug,dug…! Bunyi alas rumah, yang kudengar dari ruang tamu amat keras.


Aku beranjak lari menuju kesana diruangan yang luas itu, ku amati sudut – sudut di rungan itu.

“Kring,kring…!” Telepon menggema begitu keras. Dek..., aku terhentak kaget “halo,halo’ Kuangkat gagang telepon dengan keringat dingin yang mengucur.


Nyaliku makin ciut, serta bulu kudukku berdiri, tak mendengar jawaban dari telepon itu.

Aku mencoba meredam rasa takutku. Kuteruskan langkah langkah kecil mengamati rumah itu. Saat sampai ke sebuah ruangan dengan pembatas besi seperti penyaring pasir.


Di dalamnya ada burung-burung, juga ikan meluncur kesana kemari di kolam yang banyak berserakan dedaunan.

“cusss…!” tiba-tiba kran diruangan itu meluncur air yang begitu deras.Burung-burung terbang bertaburan mungkin ketakutan.


Dek..., jantungku berdetak kencang seketika itu. Kulihat sesosok wanita paruh baya berbusana putih dengan rambut terurai. Aku mencoba melihat wajahnya dari luar rungan itu.Wanita itu hilang lenyap dibawa angin.


Kuayunkan kakiku lari dari ruangan yang seperti taman itu. “Kring…, kring…!” telepon berbunyi lagi.”Siapa ini?” coba aku bertanya di telepon itu.”Kau akan mati “ jawab seseorang yang ada ditelepon itu dengan suara berat.


Kubanting serta kuhentakkan telepon itu hingga tercecer bagian-bagianya.

Aku keluar dari rumah di tengah hutan itu. Tanpa pikir panjang aku menjauh dari tempat itu.

“Tit,tit…!” bergetar handphoneku yang ku simpan disaku celana jeansku “ Tolong jangan berlakukan aku seperti ini,” pintaku pada sipenelpon itu.


Dengan napas terputus-putus aku menjauhkan diriku dari rumah mesterius itu. “Aku mau darahmu …!” ujar seorang yang menerorku dari tekeponku.

“srek,srek,srek…!” bunyi langkah seperti membututi.Langlahku pun kupercepat ia semakin dekat dan terus mendekat.


“Dulz,dulz…!” kucoba memutar leherku, memastikan tidak ada apa-apa.Sekejap aku tidak bisa bernapas. Mayat-mayat bermunculan dari tanah dengan wajah yang sangat hancur.


Hatiku tak karuan, kucoba setapak demi setapak melangkah kebelakanag tanpa sadar aku terperosok ke dalam jurang yang tak begitu curam.Dengan tak sadar mataku terpejam pingsan.

Waktu kurasa begitu lama aku terbangun mencoba membuka mataku yang begitu berat. Badanku sakit semua sepertinya tulangku rasanya remuk semua . “Kau taka pa?” Tanya seorang pria besar berkulit hitam kumis melintang diatas bibirnya yang tak begitu akrab bagiku.


“Siapa kamu ?”

“Aku petugas hutan yang menumakankmu,”

“Terim kasih”

“Aku membawamu kerumah sakit ini dengan mobilku, ngomong-ngomong kenapa kamu bisa di hutan malam –malam?”

“Aku kurang ingat, tapi sore itu aku mendapat telepon dipesan untuk menjaga anaknya sipenelpon , dan aku kemudian diperbolehkan datang di rumah ditengah hutan itu.”

“kurasa tak ada rumah di hutan,” ujar petugas itu agak begitu heran.

“Apa?” saut aku tak percaya “ memang di hutan itu tempat terjadinya penguburan manusia hidup-hidup” sipenjaga hutan itu coba menceritakan .


“Kring…kring …!” bunyi telephone yang mengagetkan kami dengan tiba-tiba.

“Pergi kau ….!” Teriakku histeris dengan trauma yang mendalam. Lampu di langit-langit tiba-tiba mati. Hembusan angin merasuk dari sela-sela pintu.

Kupejamkan sejenak kedua mataku “ Tenanglah “ ucap si penjaga hutan menyakinkanku. Aku mencoba menenangkan diriku yang menggigil ketakutan.

Saat lampu di ruangan itu memancarkan cahayanya aku terperanjak kaget si penjaga hutan itu seketika lenyap dari pandangan ku.


Diriku begitu sulit kugerakkan lantai di ruangan itu di genangi darah segar . Di tembok-tembok menjulur tangan-tangan yang siap mencekik.

“Tolong…tolong…!” teriakku sangat takut. “ hah! “ kuterperanjak bangun dari mimpi yang mengerikan itu. Ritmis nafasku semakin cepat serta seluruh tubuhku di penuhi keringat dingin.

7 komentar:

  1. Menurutku ceritanya menarik. Tapi di situ diceritakan, bahwa hanpone miliknya sudah di banting sampai hancur. Mengapa si peneror masih bisa menelpone.
    Saya beri skor 80.

    BalasHapus
  2. konfliknya sangat menegangkan.saya nilai 86.
    tapi tokohnya kurang srek agar srek seharusnya tokohnya anda sendiri.

    BalasHapus
  3. setelah membaca cerpen anda saya tidak menemukan amanatnya dan tokohnya perlu ditambah untuk itu aku memberimu nilai 75

    BalasHapus
  4. ceritanya bagus dan konfliknya menegangkan, namun amanatnya kurang jelas! ejaan kata2nyaa banyak yang salah. contohnya pada kata bagian-bagianya, seharusnya bagian-bagiannya. judulnya terlalu singkat dan kurang menarik. tokkohnya terlalu sedikit. tidak ada percakapan antar tokoh. saya beri nilai 74.

    BalasHapus
  5. cerpennya sydah menegangkanb tapi perlu perbaikan pada ejaanya dan judulnya tidak terlalu menarik dan
    saya kasih nilai75

    BalasHapus
  6. cerpenya sudah menegangkan tapi akan lebih menegangkan jika setannya itu dijelaskan secara terperinci, jika kamu mengikuti saranku pasti cerpenmu akn masuk di kompas. dan cerpenmu aku beri nilai 81

    BalasHapus
  7. Cerpenmu sudah bagus. Membuat pembaca sangat ketakutan he,... saya juga takut.

    (1) Setting
    Pembukaan dan penutupan cerpen sebaiknya diperjelas. Gambarankan suasananya. Setting/latarnya, waktunya...

    Agarr lebih jelas, suasana tegang buatlah kalinat yang pendek-pendek. Kalimat yang pendek akan membuat efek gerak muncul.

    Ketagangan itu juga bisa ditampilkan dengan pembayangan suara batin tokoh. Ketakutan-ketakutan dll.

    Semoga bermanfaat...

    BalasHapus