Rabu, 17 Maret 2010

Telepon Misterius ( revisi 2 )


oleh jazuli temur


Di tengah berhembusnya angin malam yang menusuk kulit, malam itu tak ada suara yang terdengar di telingaku kecuali lantunan bunyi jangkrik yang merdu menambah suasana malam itu semakin mencekam.


Pak Sastro dan Bu Siti telah memberi kepercayaan kepadaku untuk menjaga kedua buah hatinya itu di rumahnya bak Istana itu.Pak Sastro orangnya bertubuh besar,dia memiliki kumis yang tebal,dan dia juga suka memakai parfum yang aromanya seperti Bunga Melati.

Mereka berdua beranjak pergi meninggalkan diriku sendiri di ruang tamu yang mempunyai sederetan kursi yang begitu banyak.Pasangan itu hanya berpesan untuk menjaga kedua buah hatinya yang tengah tidur di ranjang yang empuk.


“Eren kami pergi dulu!” Ujar Pak Sastro, sambil keluar dari mulut pintu.

“Baik pak...!” jawabku.


Dalam benak aku bertanya-tanya, sebagai penjaga baru aku merasa aneh ,aku dipercaya sebagai penjaga buah hatinya yang imut dan mungil itu yang dapat membuat setiap orang gemas jika melihatnya,bahkan mereka belum mengenalku dengan baik.

Untuk menjawab penasaranku, aku mencoba menyusuri panjangnya lorong-lorong rumah bak gua itu.

“Dug... dug...dug…! Bunyi alas rumah, yang kudengar dari ruang tamu.


Aku beranjak lari menuju kesana, diruangan yang luas itu, ku amati sudut – sudutnya.

“Kring,kring…!” Telepon menggema begitu keras. Dek..., aku terhentak kaget.

“Halo...halo...” Kuangkat gagang telepon dengan keringat dingin yang mengucur di wajahku.


Nyaliku makin ciut, serta bulu kudukku berdiri, karena aku tak mendengar jawaban dari telepon itu maka kuputuskan untuk menutup telepon itu.

Aku mencoba meredam rasa takutku, kuteruskan langkah-langkah kecil mengamati rumah itu. Saat sampai di suatu ruang dengan pembatas besi seperti penyaring pasir.


Di dalamnya ada burung-burung, juga ikan meluncur kesana kemari di kolam yang banyak berserakan dedaunan.

“cusss…!” tiba-tiba kran diruangan itu meluncur air yang begitu deras.Burung-burung terbang bertaburan mungkin ketakutan.

“Dek...” jantungku berdetak kencang seketika itu. Kulihat sesosok wanita paruh baya berbusana putih dengan rambut terurai. Aku mencoba melihat wajahnya dari luar rungan itu.Wanita itu hilang lenyap dibawa angin.


Kuayunkan kakiku lari dari ruangan yang seperti taman itu.

“Kring…, kring…!” telepon berbunyi lagi.

”Siapa ini?” coba aku bertanya di telepon itu.

”Kau akan mati “ jawab seseorang yang ada ditelepon itu dengan suara berat.


Kubanting serta kuhentakkan telepon itu hingga tercecer bagian-bagianya.

Aku keluar dari rumah di tengah hutan itu. Tanpa pikir panjang aku menjauh dari tempat itu.

“Tit,tit…!” bergetar handphoneku yang ku simpan disaku celana jeans ku.

“Tolong jangan perlakukan aku seperti ini..!” pintaku pada si penelpon itu.

“Aku mau darahmu …!” ujar seorang yang menerorku dari tekeponku.


Dengan napas terputus-putus, aku lari menjauhkan diriku dari rumah mesterius itu, serta aku juga meninggalkan kedua buah hati pasangan itu.

“srek,srek,srek…!” bunyi langkah seperti membututi.

Langlahku pun kupercepat, ia semakin dekat dan terus mendekat.

“Dulz,dulz…!” kucoba memutar leherku, memastikan tidak ada apa-apa.Sekejap aku tidak bisa bernapas. Mayat-mayat bermunculan dari tanah dengan wajah yang sangat hancur.


Pikiranku tak karuan, kucoba setapak demi setapak melangkah kebelakanag tanpa sadar aku terperosok ke dalam jurang yang tak begitu dalam.Dengan tak sadar mataku terpejam pingsan.

Waktu kurasa begitu lama, aku terbangun mencoba membuka mataku yang begitu berat. Badanku sakit semua seperti tulangku rasanya remuk semua.

“Kau tak apa...?” Tanya seorang pria besar, berkulit hitam, kumis melintang di atas bibirnya yang tak begitu akrab bagiku.

“Siapa kamu ?”

“Aku petugas hutan yang menumakankmu..”

“Terim kasih.”

“Aku membawamu kerumah sakit ini dengan mobilku, ngomong-ngomong kenapa kamu bisa di hutan malam –malam?”

“Aku kurang ingat, tapi sore itu aku mendapat pesan untuk menjaga anaknya si pemilik rumah, dan aku kemudian diperbolehkan datang di rumah ditengah hutan itu.”

“kurasa tak ada rumah di hutan,” ujar petugas itu agak begitu heran.

“Apa...?” saut aku tak percaya.

“Memang di hutan itu tempat terjadinya penguburan manusia hidup-hidup.” sipenjaga hutan itu coba menceritakan .

“Kring…kring …!” bunyi hanphoneku yang mengagetkan kami dengan tiba-tiba.

“Pergi kau ….!” Teriakku histeris dengan trauma yang mendalam.

Lampu di langit-langit tiba-tiba mati. Hembusan angin merasuk dari sela-sela pintu.Kupejamkan sejenak kedua mataku.


“ Tenanglah..!” ucap si penjaga hutan menyakinkanku.

Aku mencoba menenangkan diriku yang menggigil ketakutan.

Saat lampu di ruangan itu memancarkan cahayanya aku terperanjak kaget si penjaga hutan itu seketika lenyap dari pandangan ku.

Diriku begitu sulit kugerakkan lantai di ruangan itu di genangi darah segar . Di tembok-tembok menjulur tangan-tangan yang siap mencekik.


“Tolong…tolong…!” teriakku sangat takut.

“Hah..!” kuterperanjak bangun dari mimpi yang mengerikan itu. Ritmis nafasku semakin cepat serta seluruh tubuhku dipenuhi keringat dingin yang membeku.

1 komentar:

  1. waduh mas, saya belum sempat baca tapi ko kepala saya dah pusing duluan..
    tolong warna tulisannya diganti ya..! diganti dengan warna yang sejuk.. key.

    BalasHapus